Friday, December 23, 2016

Sampah Menjadi UANG


"Sampah Menjadi UANG"

Peluang bisnis bisa datang dari mana saja bahkan dari sampah sekali pun. Sampah yang selama ini dianggap sebagai barang tidak bernilai dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Hijrah Purnama Putra dan tiga temannya untuk dijadikan berbagai kreasi. Hijrah Purnama Putra beserta tiga temannya memulai usaha Butik Daur Ulang sejak mereka duduk di bangku kuliah tahun 2008 lalu. Kegelisahan akan sampah membuat Hijrah dan teman-temannya mencoba untuk mengumpulkan sampah untuk dikreasikan menjadi barang layak pakai.

"Awal mulai karena prihatin saja limbah sampah meningkat di sekitar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tahun 2008 waktu kuliah. Banyak sampah plastik yang dibuang begitu saja dari kantin dan angkringan. Jadi, ya waktu itu tahun 2008 sampai 2009, baru ngumpulin sampah saja di garasi rumah, belum tau mau dibuat apa," jelas Hijrah

Keseriusan Hijrah dan teman-temannya dalam mengolah bisnis sampah dimulai pada tahun 2010. Pada waktu itu, Hijrah dan kawan-kawan memilah sampah secara lebih spesifik dengan memfokuskan pada sampah makanan dan minuman dengan lapisan alumunium foil.

"Akhirnya kita mulai serius tahun 2010, kita bikin sistem bank sampah lebih spesifik lagi hanya sampah makanan dan minuman yang ada alumunium foilnya saja," terang Hijrah.

Produk pertama yang dipasarkan Hijrah dan kawan-kawan dari olahan sampah adalah map, dan mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat. Map pesanan tersebut digunakan pelanggan untuk keperluan seminar dengan total pesanan mencapai 250 lembar.

"Pertama ada yang mesen produk kita, ya berupa map saja waktu itu buat seminar, mereka pesan 250," ujar Hijrah.

Untuk mendapatkan pasokan sampah plastik, Hijrah dan kawan-kawan mendapat pasokan dari bank sampah yang juga dikelolanya. Dirinya mengaku, hingga saat ini sudah ada sebanyak 205 bank sampah yang mengirimkan sampah plastik untuk keperluan usaha Butik Daur Ulang ini. Sistem bank sampah ini memberdayakan kelompok masyarakat sekitar untuk mengumpulkan sampah plastik yang kemudian dapat ditukar dengan uang per 3 bulan.

"Sekarang sudah ada 205 bank sampah yang anggotanya terdiri ibu rumah tangga yang terkumpul dalam satu RT atau RW, ibu-ibu arisan, juga ibu-ibu PKK. Tiap kelompok bank sampah itu ada 6 sampai 8 orang, ada juga yang sampai 60 orang per kelompok. Jadi, nanti anggota dari 205 bank sampah itu ngasih sampah plastik ke kita, nanti kita tukar uang setiap 3 bulan," jelas Hijrah.

Hingga saat ini, Hijrah dan tiga rekannya memiliki 14 orang karyawan yang turut membantunya dalam persediaan bahan baku, produksi, dan marketing.

"Kita menarik orang untuk bekerja, dari bahan baku, produksi (jahit dan pola), dan marketing," papar Hijrah.

Mulai tahun 2012 lalu, Butik Daur Ulang sudah memiliki toko sendiri di daerah Condongcatur, Sleman, Yogyakarta. Dengan dibukanya toko in,i diharapkan masyarakat dapat melihat dan membeli produk daur ulang sampah plastik.

Saat ini, terdapat 90 jenis produk daur ulang sampah plastik mulai dari bross, gantungan kunci, tas ransel dan yang lainnya.

"Tahun 2012 kita buka toko di Condongcatur, Sleman biar masyarakat bisa lihat dan beli langsung produk yang kita buat. Sejauh ini, sudah ada 90 jenis produk seperti bros, gantungan kunci, tas ransel, hingga miniatur," jelas Hijrah.

Produk daur ulang milik Hijrah dan kawan-kawan paling laku di Yogyakarta dengan pembeli terbanyaknya adalah mahasiswa.

"Paling banyak mahasiswa Yogyakarta, jadi kita suplai tas laptop sampai tempat pensil," ujar Hijrah.

Butik Daur Ulang menggunakan konsep wirausaha sosial sehingga efeknya dapat langsung dirasakan masyarakat. Keuntungan dari usaha daur ulang ini juga dilakukan untuk mengedukasi masyarakat terkait pengolahan sampah plastik.


"Konsepnya wirausaha sosial efeknya diharapkan untuk masyarakat. Profitnya untuk masyarakat, edukasi ke sekolah untuk memperkenalkan cara mengolah sampah plastik," jelas Hijrah.


Omzet dari usaha daur ulang plastik bisa mencapai lebih dari Rp 25 juta yang kemudian dibagi untuk biaya operasional, gaji, dan edukasi daur ulang sampah ke masyarakat.

"Kalau omzet yang penting kita bisa buat bayar gaji karyawan kita saja sesuai UMR Sleman, Yogyakarta, sama nutupin biaya operasional kita, totalnya kurang lebih Rp 20 sampai Rp 25 juta. Sisa omzetnya ya buat edukasi masyarakat saja kita kan konsepnya wirausaha sosial," tutur Hijrah.
Untuk target ke depannya, Butik Daur Ulang ingin membuka cabang baru dan juga memperbaiki sistem pendataan untuk bank sampah.



"Target tahun ini mau buka cabang 1 lagi di Yogyakarta, juga bisa buat aplikasi database untuk bank sampah," tutup Hijrah.


sumber : detik.com

0 comments

Post a Comment